Apa memang masing-masing dari kita punya "jatah keberuntungan" yang pada masanya akan habis? Yang orang tau hidupku nyaris sempurna, tapi bagaimana jika ternyata jatah keberuntunganku sudah habis? Sinopsis: Hidup Rinai berjalan mulus dan nyaris sempurna, setidaknya hingga ia mulai merindukan bekerja di kantor seperti yang ia lakukan beberapa tahun lalu. Ia mulai merasa kesialan bertubi-tubi sedang senang menghampiri hidupnya. Puluhan lamaran pekerjaan yang nihil hasil, pernikahan bertahun-tahun tanpa buah hati, suaminya yang mulai sering keluar kota setelah mendapat promosi kenaikan jabatan. Lantas bagaimana jika tiba-tiba 2 kesempatan yang sangat ia tunggu-tunggu datang bersama namun hanya bisa ia pilih salah satu?
Sore itu langit mendadak berubah berawan. "padahal masih agustus, kok udah mendung ya, apa masuk pancoba?" gumamku lirih yang kau respon dengan menengok ke arah jendela. Kamu hanya tersenyum dan kembali menatap layar laptopmu, membiarkanku tenggelam dalam lamunan. Sedari tadi perasaanku tidak tenang, ada sesuatu yang mengganggu namun aku gagal menafsirkannya. Embun yang sedari tadi menetes dari gelas es Sakura Cream-ku semakin hilang, tanda kami sudah duduk berjam-jam berkutat dengan pekerjaan kami. Ya, sejak memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih serius 8 bulan lalu kami semakin sering bertemu di sela-sela waktu pulang bekerja atau saat aku WFH. Entah sekedar membeli es kopi, berdiskusi soal rencana kami, atau mengerjakan pekerjaan masing-masing seperti yang kami lakukan saat ini. "Bentar ya, aku ada meeting" ucapmu sambil memasang earphone wireless kado ulangtahun dariku 2 tahun lalu. Aku hanya mengangguk, pikiranku kembali melayang ke antah berantah, men...
Sembilan ratus enam puluh lima hari berlalu sejak Aria memutuskan untuk menerima gadis pilihan Mamanya. Sebuah keputusan besar yang lagi-lagi tidak berasal dari dirinya sendiri. Tak bisa dipungkiri ada sedikit penyesalan karena tidak mampu memperjuangkan pilihannya. Percakapan dengan istrinya minggu lalu membuat Aria mempertanyakan kembali keputusan yang telah diambilnya. “Mas sayang aku ngga?” tanya istrinya malam itu. “Kenapa tiba-tiba tanya seperti itu Na” Aria heran. “Penasaran aja Mas, katanya sebagian besar laki-laki menikahi perempuan bukan karena dia mencintai perempuan tersebut tapi karena dia sudah siap menikah. Apa mas juga begitu?” hati-hati Isna mengatakannya, takut suaminya tersinggung. Aria mematung mendengar pertanyaan tersebut. Sedetik kemudian Aria memeluk istrinya sambil berkata “percayalah, wanita yang kucintai di dunia saat ini hanya ada dua, kamu dan Mama”. Isna balas memeluk suaminya. Hatinya hancur, ia tahu Aria menikahinya bukan karena cinta. Hari itu Aria...
Komentar
Posting Komentar