Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2023

Sulung

Gambar
Jarum jam menunjukkan pukul 1 malam namun Desi masih sibuk memastikan kesiapan acara besok pagi. Atau nanti pagi lebih tepatnya. Hampir semua orang sudah istirahat, hanya beberapa petugas dekorasi yang masih menata bunga dan beberapa hiasan lain.  Beberapa hari terakhir Desi merasa sulit tidur walau sebenarnya ia sedang sangat lelah. Hatinya gelisah menyambut hari penting yang akan segera datang. Cemas, bahagia, haru bercampur jadi satu. Rumah yang biasanya sepi, 3 hari ini ramai orang. Tetangga, tamu, petugas acara sibuk lalu lalang dengan kegiatan masing-masing. Tak ada yang tau, di balik senyuman dan keramahan Desi pada semua tamu yang datang, ada perasaan sepi yang sulit dideskripsikannya. “Mbak kok belum tidur?” tanya Bunda tiba-tiba. Mengagetkan Desi yang sedang merapikan dekorasi bunga di ruang tamu. Ruangan tersebut akan dijadikan tempat akad besok. “Masih merapikan ini Bu, sebentar lagi selesai” jawab Desi. “Nak, Bunda tau sebenarnya Mba sedih” ujar Bunda sembari duduk di sebe

Kenapa kita dibenci karena hal yang diluar kuasa kita?

Gambar
Sembilan ratus enam puluh lima hari berlalu sejak Aria memutuskan untuk menerima gadis pilihan Mamanya. Sebuah keputusan besar yang lagi-lagi tidak berasal dari dirinya sendiri. Tak bisa dipungkiri ada sedikit penyesalan karena tidak mampu memperjuangkan pilihannya. Percakapan dengan istrinya minggu lalu membuat Aria mempertanyakan kembali keputusan yang telah diambilnya. “Mas sayang aku ngga?” tanya istrinya malam itu. “Kenapa tiba-tiba tanya seperti itu Na” Aria heran. “Penasaran aja Mas, katanya sebagian besar laki-laki menikahi perempuan bukan karena dia mencintai perempuan tersebut tapi karena dia sudah siap menikah. Apa mas juga begitu?” hati-hati Isna mengatakannya, takut suaminya tersinggung. Aria mematung mendengar pertanyaan tersebut. Sedetik kemudian Aria memeluk istrinya sambil berkata “percayalah, wanita yang kucintai di dunia saat ini hanya ada dua, kamu dan Mama”. Isna balas memeluk suaminya. Hatinya hancur, ia tahu Aria menikahinya bukan karena cinta.  Hari itu Aria kem

Aku juga ingin ...

Gambar
  Matahari sore mulai menyingsing menghadirkan teduh. Langit yang biru dengan sedikit awan menandai musim pancaroba.  Es matcha kesukaan Isna hanya diminumnya sedikit. Sudah satu jam ia duduk sendirian, berkali kali membuka dan menutup aplikasi sosial media yang ada di ponselnya. “Ngga ada kabar dari Mas” gumamnya sambil memandangi ponsel gusar, bosan sedari tadi pesan yang dia tunggu tidak kunjung muncul.  Sebulan terakhir tiap akhir pekan suaminya tidak pernah di rumah. Ada saja kegiatan di kampus, pelantikan lah, rapat lah, penelitian lah, mendampingi kegiatan mahasiswa lah. “Percuma ditunggu, Mas ngga mungkin chat kalau sedang sibuk” ujar Isna sambil meletakkan ponselnya kesal, kemudian menyalakan laptop untuk menyelesaikan invoice pesanan yang sudah menumpuk sejak kemarin lusa. “Drrrt ddrrrrttt…” ponsel Isna bergetar panjang, tanda ada panggilan masuk. Tulisan *Mas Ariia-ku* tertampil pada layar ponsel. Buru-buru Isna mengangkat panggilan telepon tersebut. “Assalamualaikum Na, sed

Belajar komitmen melalui pacaran, yakin?

Gambar
  "Eeh guys, mau tanya dong" ucap seorang gadis bermata coklat melempar topik. "Jangan tanya aneh aneh deh" timpal seseorang di sebelahnya. "Ya gimana, bosen tau! Sedari tadi diem-dieman terus" protesnya, tidak terima diacuhkan.  "Ya kan kita masih mengerjakan tuuggass" jawab 5 orang temannya bersamaan, sudah seperti tim paduan suara.  "Emang mau tanya apa sih, Res?" tanya salah satu temannya, penasaran.  "Bener ngga sih, meski udah pacaran bertahun tahun tapi lelaki itu bakal cenderung menikahi wanita yg ada dan dekat sama dia saat dia sudah siap?" ucap Resti memaparkan pertanyaannya  "Terus, kalau gitu pacaran lama tetap tidak menjamin pasti akan dinikahi gitu" "Yaa kurang lebih begitu. Belajar komitmen melalui pacaran itu hanya berlaku buat para perempuan, kalau laki laki maah …" jawab salah satu lelaki berambut ikal. "Wooii woooiii woiii, jangan buka kartu doongggg" seru seorang lelaki berkaca

Izinkan Kamu Ditolong, ya?

Gambar
  “Praang..” suara barang jatuh terdengar dari ruang tengah, kali ini terdengar seperti vas bunga yang pecah.  Sudah 10 menit Fajar meringkuk ketakutan dalam kamarnya. 20 menit yang lalu Ayahnya pulang dalam keadaan mabuk dan membuat Ibunya murka. Fajar yang sebelumnya tertidur di sofa ruang tengah langsung berlari menuju kamarnya, hal yang selalu ia lakukan jika kedua orangtuanya mulai bertengkar.  “Darimana saja kamu Mas jam segini baru pulang?” tanya Sani sambil menahan amarah. “Ya darimana lagi kalau tidak kerja” jawab suaminya acuh sembari menjatuhkan badan di sofa, kemudian mulai menyalakan rokok. “Buang rokokmu Mas” kata Sani berusaha merebut rokok yang ada di tangan suaminya. “Apa apaan kamu” suaminya menepis tangan Sani. “Mas sudah berapa kali aku bilang untuk tidak merokok di rumah, dan lagi, sejak kapan kamu jadi mabuk mabukan begini?”  “Bukan urusanmu! Kamu fokus kerja saja sana, cari uang yang banyak untuk anak kesayanganmu itu!” Suaminya mulai meninggikan suara. “Ya ngga

Hadapi atau Lari?

Gambar
Gerimis masih saja turun sejak Tari dan Lista memutuskan berjalan lebih dahulu dari rombongan, menyusul 2 orang tim yg ada di depan. 2 jam berlalu, hingga jalan setapak yang mereka lalui mulai menyempit dan semakin samar. “Kamu yakin jalannya lewat sini?” tanya Lista “Harusnya sih iya, kita ngga ada lihat persimpangan jalan kan tadi? Setapaknya juga ini ini aja” jawab Tari. “Duuhh udah hampir 3 jam loh ini kita jalan, kenapa ngga sampai sampai juga. Tadi Afi bilangnya udah deket kan?” “Ya sabar Lis, mau lari nyusul Tama dan Rizki juga terlalu jauh, kabut udah turun, yg ada malah nyasar nanti” ujar Tari berusaha menenangkan Lista. “Huuuuhh… kenapa pula tadi kita sok sok an jalan dulu yaaa.. Gini deh jadinya” gerutu Lista sambil sesekali menebas ranting yg melintang di depannya. "Apa mau nunggu rombongan yg di belakang?" tawar Tari Lista hanya diam dan terus berjalan. Tari hanya tersenyum maklum, sahabatnya memang begitu, selalu mengeluh tapi ngga pernah nyerah. Pokok prinsip h

Terus kita gimana?

  “Mmmaaaaasssss kaappaaaann ppuuulllaaaaannggg?” kali ini panjang panjang kuketik pesan pada Mas, sengaja, sekedar untuk mencari perhatian. Sebuah pertanyaan yang kukirim nyaris tiap hari dan selalu dijawab “sabar dek.”  “Ya tapi sampai kapan hadeeehhh”, gerutuku sendiri sambil menatap layar ponsel yang tak kunjung memunculkan pesan balasan. Hujan bulan Desember membuatku enggan beranjak dari cafe meski semua deadline pekerjaan sudah aku selesaikan. “Mas kemana sih lama amat bales chat doang, ada meeting apa ya, apa lagi antar Okaasan periksa?” aku berbicara dengan diriku sendiri sambil menatap hujan yang masih turun sejak pagi. Ya, semenjak kedatangan kami ke Okinawa beberapa bulan lalu, Mas memutuskan untuk tinggal disana dan merawat Okaasan sampai beliau pulih. Aku pun kembali ke Bandung sendiri dengan perasaan campur aduk. Okaasan tidak membenciku, tapi juga tidak menunjukkan rasa suka terhadapku. Sikapnya memang hangat -setidaknya, untuk ukuran orang Jepang yang jarang basa-basi-

Perihal Pulang

Gambar
  Sore itu langit mendadak berubah berawan. "padahal masih agustus, kok udah mendung ya, apa masuk pancoba?" gumamku lirih yang kau respon dengan menengok ke arah jendela. Kamu hanya tersenyum dan kembali menatap layar laptopmu, membiarkanku tenggelam dalam lamunan. Sedari tadi perasaanku tidak tenang, ada sesuatu yang mengganggu namun aku gagal menafsirkannya. Embun yang sedari tadi menetes dari gelas es Sakura Cream-ku semakin hilang, tanda kami sudah duduk berjam-jam berkutat dengan pekerjaan kami. Ya, sejak memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih serius 8 bulan lalu kami semakin sering bertemu di sela-sela waktu pulang bekerja atau saat aku WFH. Entah sekedar membeli es kopi, berdiskusi soal rencana kami, atau mengerjakan pekerjaan masing-masing seperti yang kami lakukan saat ini. "Bentar ya, aku ada meeting" ucapmu sambil memasang earphone wireless kado ulangtahun dariku 2 tahun lalu. Aku hanya mengangguk, pikiranku kembali melayang ke antah berantah, men

Kalau aku yakinnya sama Kakak, aku harus gimana?

Gambar
  “Siapapun berhak menyukai dan mendekatiku Kak, itu urusan mereka. Tapi kalau aku yakinnya sama Kakak, aku harus gimana?” pernyataan Prajna terus menerus berputar di kepala Pram. Helaan nada putus asa saat Prajna mengatakan kalimat tersebut semakin terdengar nyata dan lantang. Bayangan wajah teduh Prajna muncul bergantian dengan raut sedih gadis mungil itu.  “Pram bodoh!!” Pram berteriak tertahan sambil memukul kepalanya sendiri berulang kali. Penyesalan dan rasa bersalah terus menerus menghantuinya.  Sudah 3 hari Pram hanya berdiam diri di kamarnya. Ruangan 3x2 itu nampak berantakan. Buku-buku berserakan bersama botol minum yang telah kosong. Aroma apek dan lembab menyeruak akibat jendela dan pintu yang terus tertutup. Rambutnya nampak kusut, cekungan matanya menghitam, tubuhnya yang kurus semakin ringkih karena hanya mendapat asupan air mineral. Pertemuannya dengan Prajna 4 hari lalu memaksanya untuk mengambil cuti. Jangankan berangkat kerja, untuk sekedar makan saja Pram tidak sele

Kenapa sih Bu?

Gambar
“Mba sekarang lagi deket sama siapa?” tanya Ibu tiba-tiba, nyaris membuat mie yang kukunyah masuk ke tenggorokan. “Kenapa Buk?” tanyaku balik  “Ya ngga papa, inget umur aja Mba …”  Tiba-tiba dadaku terasa sesak. Pertanyaan sama yang tak kunjung aku bisa jawab dengan memuaskan. “Kenapa sih Bu, nanya nanya deket sama siapa? Bingung aku tuh harus jawab gimana? Baru juga selesai dengan laki-laki yg dikenalin Bude pekan lalu, Ibu udah tanya aja aku dekat dengan siapa? Capek aku Bu, capek! Udahlah ga usah Ibu nanya nanya aku lagi deket sama siapa, itu urusanku Bu. Nanti juga aku bakal kenalin ke Ibu saat aku udah menemukan orang yang aku yakin bisa hidup dengannya. Aku janji bakal cerita semuanya, tapi ngga sekarang Bu. Aku bakal nikah kok Bu, Ibu ngga usah khawatir. Aku sedang bersiap Bu, mengertilah!” tanpa sadar beberapa kali aku meninggikan suaraku, menahan isak yang sedari tadi kubendung. “Mbak… kok ngelamun, Mbak denger yang Ibu omongkan tadi kan” suara Ibu tiba-tiba terdengar, membuya