The D. (Bagian 3)

 





“Kapan batas pendaftaran SNMPTN nak, sudah memutuskan ingin ambil jurusan mana?”

“Dua pekan lagi Bun”

Hening, hanya ada suara dengkuran Upit yang sedang tidur di pangkuan Bunda diiringi nyanyian jangkrik dari halaman rumah.

Sedari tadi Dharma nampak gelisah dan tidak tenang. “Kamu mau cerita apa? Atau ada yg mau ditanyakan?” ucap Bunda tiba-tiba seolah dapat menebak isi pikiran putranya.

“Bun, kalau aku ambil jurusan pendidikan ekonomi bagaimana? kan nilai ekonomiku bagus, pasti lolos Bun” Dharma akhirnya memberanikan diri bertanya setelah sekian lama mengumpulkan nyali.

Bunda meletakkan jarum dan benang rajutnya, kemudian membetulkan kacamata yang melorot ke hidung. “Pendidikan Ekonomi? Maksudnya manajemen ekonomi?”

“Bukan Bun, jurusan pendidikan, Dharma ingin jadi guru”

“Harus berapa kali Bunda bilang Dhar? Bunda ngga setuju kamu bekerja sebagai guru, guru itu bukan pekerjaan. Kamu boleh kuliah jurusan apapun, dimanapun, tapi bukan jurusan pendidikan dan bukan untuk bekerja sebagai guru.” Singkat, padat, jelas, tak terbantah. 


***

“Baik anak-anak, apa ada yang mau ditanyakan atau didiskusikan lagi?”

“Tidak Bu, sudah jelas”

“Oke kalau begitu kita cukupkan pertemuan hari ini ya, jangan lupa belajar untuk evaluasi pekan depan. Terimakasih, selamat siang, silahkan bisa istirahat lebih awal” 

“Yes! thankyou Bu, love you!!” sorak segerombol siswa yang duduk paling belakang, ”Siang Bu, terimakasih banyak Bu” sahut beberapa siswa lain. Bu Rahmi hanya tersenyum melihat siswanya yang langsung berhamburan keluar kelas menuju kantin sekolah, beberapa yang lain nampak mengeluarkan kotak bekal dan bersiap untuk makan.


Dharma berjalan ke depan, menghampiri Bu Rahmi yang masih sibuk merapikan laptop dan bukunya.

“Permisi Bu, maaf mengganggu, saya boleh minta waktunya? Saya ingin meminta pendapat dan saran dari Bu Rahmi”

“Tentang apa Dhar”

“Saya masih bingung dengan jurusan kuliah Bu” ucap Dharma lirih, kepalanya tertunduk. 

Bu Rahmi heran karena harusnya Dharma konsultasi dengan guru BK atau wali kelas, bukan dengannya yang merupakan guru mata pelajaran Sosiologi.

“Ya sudah, nanti sepulang sekolah saja ya, silahkan ke ruang guru”

Dharma mendongakkan kepala, tidak menyangka Bu Rahmi bersedia meluangkan waktu. Ia hanya bisa mengucapkan terimakasih berkali kali.


“Kriiiinggg… kriiing… kriiiinggg…” bel pulang berbunyi tepat pukul 14.00.

“Dhar mie ayam, let’s go!” seru Dimas dari bangku belakang. 

“Skip skip, gak dulu”

“Tumben ngga mau” 

“Dharma mau kencan sama Bu Rahmi” tukas Alex terkekeh yang langsung dibalas Dharma dengan sebuah tinju di lengan kanan, membuat Alex mengaduh kesakitan.

“Beneran mau ketemu Bu Rahmi?” Dimas masih penasaran

“Konsultasi jurusan kuliah, mau ikut?”

“Jangan Dim, nanti jadi obat nyamuk, konsultasi jurusan kok ke Bu Rahmi. Konsultasi jurusan kuliah tuh ke guru BK!”

Dharma langsung mencengkeram krah baju seragram Alex, memasang mimik serius yang siap menghajar Alex.

“Wei wei santai bro, tenang” tak urung Alex takut juga, baru kali ini Dharma nampak benar-benar marah. 

“Sekali lagi kamu ngomong aneh aneh, aku gampar mulutmu” 

Sorry Dhar sorry, peace, damai” Alex meringis, tangannya terangkat dan dengan jemari membentuk huruf V.

“Sudah sudah, ayo ajak Bu Rahmi makan mie ayam saja, daripada ribut” Dimas berusaha menengahi Alex dan Dharma. Keduanya kompak menoleh ke arah Dimas saat mendengar idenya.

Dharma melepas cengkeramannya, “ide bagus, kuy lah”.

“Gaskeun…” Dimas berseru, merangkul Dharma dan berjalan bersama meninggalkan Alex.

Alex langsung terburu-buru memasukkan buku ke dalam tasnya. “Tunggu woi, aku ikut” 


***


“Double degree aja lah Dhar, kamu bisa kuliah dua jurusan sekaligus, dapat dua gelar sekaligus!” jawab Bu Rahmi singkat setelah Dharma berita panjang lebar. 

Dharma, Alex, dan Dimas melongo mendengar kalimat Bu Rahmi. Beberapa detik kemudian ketiganya langsung memberondong Bu Rahmi dengan berbagai pertanyaan.

“Maksudnya bagaimana itu Bu” 

“Biayanya juga double Bu? Kampus mana yang bisa double degree Bu?”

“Tugasnya juga double Bu? Otakku sepertinya ngga sampai Bu, meleyot!” Alex meliukkan tubuhnya seolah-olah sedang meleleh, membuat teman-temannya tergelak. Sejurus kemudian Dharma menginjak kaki Alex untuk membuatnya berhenti bertingkah. 

Bu Rahmi meneguk es jeruknya buru-buru. Memaksa mie ayam yang baru dikunyah beberapa kali untuk masuk ke kerongkongan lebih cepat.

“Maaf ya Bu, Alex memang agak-agak …” Dimas tidak melanjutkan kalimatnya karena sudah keburu dicubit Alex. ia mengeluh, lengannya merah.

It’s okay. Kita sedang di luar sekolah. Jangan terlalu formal” tukas Bu Rahmi santai. Pembawaannya memang berbeda dengan saat di sekolah. Jaket hoodie, ransel punggung, dan sepatu kets membuatnya lebih tampak seperti mahasiswa baru dari pada seorang guru. Kalau saja Dharma dan teman-temannya tidak memanggilnya dengan sebutan “Bu”, pasti pengunjung warung yang lain mengira mereka sepantaran. 


Double degree itu kuliah untuk mendapat 2 gelar sekaligus, biasanya banyak dilakukan mahasiswa s2 dan s3. Namun ada beberapa kampus yang menyediakan program tersebut untuk s1, biasanya untuk beberapa jurusan dengan rumpun keilmuan yang sama, misalkan jurusan pendidikan PKn dan jurusan Ilmu Hukum.” 

“Kalau jurusan ekonomi ada tidak Bu?” tanya Dharma to the point.

“Sepertinya bisa ambil jurusan ilmu ekonomi dan pendidikan ekonomi, atau pendidikan akuntansi dan ilmu akuntansi”

“Kalau manajemen Bu?” 

“Kalau informatika Bu?” Dharma dan Dimas berebut bertanya.

“Informatika bisa dengan pendidikan TI, kalau manajemen saya kurang tau. Coba tanyakan ke Bu Ning, beliau lebih memahami” 

“Wah berarti kalau jurusan arsitektur bisa double degree dengan DKV Bu?”

“Sepengetahuan saya, arsitektur biasanya sama teknik sipil atau perencanaan wilayah kota. Tapi katamu, kamu bisa meleyot kalau kebanyakan tugas?” Bu Rahmi menirukan gaya Alex saat mengatakan kata “meleyot”, membuat Dimas dan Dharma terbahak, sedang Alex hanya tersenyum malu-malu.

Dharma seperti mendapat secercah harapan setelah mendengar penjelasan dari Bu Rahmi. Tekadnya sudah bulat, dengan kuliah double degree ngga ada yg perlu dikorbankan. Keinginan Bunda dan impian Dharma bisa berjalan beriringan, namun masih ada satu hal yg membuat Dharma penasaran.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rinai

Perihal Pulang

Terus kita gimana?