The D. (Bagian 5)

 


Hari ini nampaknya menjadi salah satu hari yang paling ditunggu oleh ribuan siswa SMA di Indonesia, tak terkecuali Dharma. Kalender di kamarnya telah ia lingkari dengan tinta merah. Tulisan "The.D" tertulis besar-besar di sebelah lingkaran, menutupi deretan angka di sekitarnya. Bunda pun tak kalah antusias, sebulan terakhir Beliau nampak lebih rajin ke tempat ibadah. "Do'a baik seorang Ibu untuk anaknya tidak akan tertolak", begitu yakinnya.


Dhamar memasuki gerbang sekolah dengan perasaan campur aduk pagi itu. Raut cemas, antusias dan pasrah bergantian menghiasi wajah teman-temannya. Beberapa siswa lingkar matanya sedikit menghitam tanda kurang tidur.


"Kamu jadi ambil double degree Dhar" tanya Alex di sela sela mengerjakan tugas Sosiologi. Hari itu Bu Rahmi tidak datang ke sekolah karena harus mengikuti workshop di luar kota. 

"Sepertinya begitu" jawab Dharma yang masih sibuk menulis. 

"Bundamu sudah kasih izin? "

Dharma terdiam sejenak. "Nanti lah aku ngobrol lagi sama Bunda" Tukasnya singkat, kembali fokus menulis.


Bohong. Dharma sudah membahas tentang ini bersama Bunda dua hari lalu. Jawaban Bunda tidak berubah, kali ini Bunda menambahkan bahwa beliau akan membiayai kuliah double degreenya namun dengan syarat yg sama "bukan jurusan pendidikan dan bukan untuk bekerja sebagai guru".

Dharma menghela nafas mengingat perdebatannya dengan Bunda.


***


Dharma terduduk cemas di depan laptopnya sejak satu setengah jam yg lalu. Pengumuman SNMPTN sudah muncul namun 30 menit berlalu dan Dharma hanya memandangi laman resmi SNMPTN. Rasanya ia tidak ingin membuka mengetahui hasil seleksi yang ditunggu-tunggu oleh nyaris seluruh teman-temannya. Puluhan pesan dan beberapa panggilan di ponsel ia abaikan, hingga 3 panggilan berturut-turut mengusik hening kamarnya. Dharma menyerah mendiamkan ponsel yang terus bergetar, tulisan “the only one Bunda” tertampil pada layar ponselnya.

“Hal…”

“Dharma dimana kamu nak? Bunda menelfon berkali-kali tapi ngga dijawab. Bagaimana hasil seleksi SNMPTNnya? Lolos?” Bunda langsung memberondong Dharma dengan sederet pertanyaan tanpa jeda begitu sambungan telepon terhubung. Dharma sedikit menjauhkan ponsel dari kepalanya kemudian menarik napas panjang.

“Belum Dharma buka Bun, Dharma baru bangun” jawab Dharma berbohong, ia hanya belum siap menerima hasil yang tidak sesuai harapannya.

“Segera dibuka dan kabari Bunda ya, Bunda siap siap dulu, sebentar lagi dijemput travel. Kamu nitip apa nak?”

“Ngga nitip apa apa Bun, Bunda hati-hati di jalan”. Tak lama sambungan telepon ditutup oleh Bunda. Dharma menghela nafas panjang, masih ada waktu 5 jam sebelum Bunda datang dari rumah neneknya. Ia menutup laptopnya dan lebih memilih untuk tidur. 


Baru beberapa menit terlelap, suara berisik dari halaman rumah sukses membuat Dharma kembali terjaga. Kepala Dharma langsung pening dibuatnya. Pintu depan diketuk dengan brutal, beberapa suara yang tidak asing terdengar memanggil namanya. Dharma berjalan gontai sambil merutuki tamu tak diundang yang telah mengganggu tidurnya.

“Kemana aja sih woi, mendadak ngilang tanpa kabar dan ngga bisa dihubungi? Gimana hasilnya?” Dimas dan Alex menerobos masuk dan menghujaninya dengan berbagai pertanyaan begitu Dharma membuka pintu. 

“Belum kubuka” tukas Dharma singkat setelah orang terakhir masuk dan ia menutup pintu kembali. 

“Haah” “loh kenapa” “gimana sih Dhar” “nunggu apa sih”, pertanyaan teman-temannya makin membuat kepalanya semakin pusing. 

“Kalian kenapa sih? Datang-datang berisik, ganggu orang saja” ucap Dharma sambil merebahkan diri di sofa, berharap pusingnya akan mereda.

“Memastikan kamu masih hidup dan baik baik saja lah” 

“Sekalian ingin tahu kamu jadi kuliah dimana,siapa tahu kita akan satu almamater lagi” imbuh Alex


***


Dharma sudah duduk di depan laptop dan dirubung teman-temannya. Rengekan Alex dan Dimas telah membuatnya menuruti keinginan mereka untuk membuka pengumuman hasil SNMPTN. Untuk beberapa saat Dharma hanya terpaku menatap layar laptopnya, mengumpulkan keyakinan untuk membuka laman yang tadi siang sudah berkali-kali dibuka. 

“Lama amat sih Dhar, sini biar kami saja yang buka pengumumannya”

“Tapi …” 

“Sudah kamu diam saja, minggir dulu, keburu beruban kami kalau harus nunggu kamu” Alex memotong perkataan Dharma.

Wajah ketiganya tegang menunggu jaringan internet bekerja. Laman yang mereka buka nampak sedang memuat tampilan.

Perlahan tampilan web terbuka, dimulai dari bagian paling atas bergulir perlahan. Waktu serasa melambat, seperti tidak bergerak.

“Jangan lolos, jangan lolos, please jangan lolos!” batin Dharma


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rinai

Perihal Pulang

Terus kita gimana?