The D. (Bagian 4)





"Bu, menurut Bu Rahmi seberapa penting punya karir yg jelas dalam bekerja? Apa benar kalau guru ngga punya kejelasan jenjang karir" Dharma kembali membuka topik obrolan, kali ini nampak lebih serius. Bu Rahmi menyorokkan mangkuk mie ayam yg sudah kosong ke tepi, kemudian melipat tangan di atas meja.

"Menurut kalian, karir itu apa?" Bu Rahmi balik bertanya, mimik mukanya serius.

Dharma, Dimas, dan Alex kompak menggelengkan kepala.

"Kalau begitu kalian cari tau dulu, kita ketemu lagi disini hari sabtu sepulang sekolah, oke?" 

Bu Rahmi beranjak menuju kasir tanpa menunggu jawaban Dharma dan teman temannya. 

"Sudah Ibu bayar. Ibu pamit dulu karena ada perlu di tempat lain. Kalian segera pulang, hati-hati di jalan" ucap Bu Rahmi seraya mencangklong ranselnya yang nampak berat.

"Terimakasih banyak Bu"

Bu Rahmi hanya memberi isyarat "OK" dengan tangannya. Ia berjalan cepat menuju mobil di seberang jalan yang baru saja terparkir 3 menit lalu. Gerimis datang tiba tiba tepat sebelum Bu Rahmi keluar dari warung, membuatnya harus mengenakan tudung hoodie untuk melindungi kepala dari rintik hujan. 

"Bro, kok Bu Rahmi nampak tidak asing ya, seperti pernah lihat" 

"Maksudmu lohh Dim… ya jelas tidak asing, wong tiap hari kita ketemu, baru 5 menit yang lalu kita ngobrol"

"Bukan Dhar, coba perhatikan beliau sekarang"

Ketiganya kompak melongok ke jalan, mengamati Bu Rahmi yang sedang menyeberang, kacamatanya tergenggam, sebelah tangannya menyetop kendaraan yg akan lewat agar berhenti dan memberinya jalan.  

"Iya ya, seperti bukan Bu Rahmi jika tidak memakai kacamata" Alex menyimpulkan.

"Benar kan? penampilannya jauh berbeda tapi tidak asing".



***


“Sorry baru bisa cabut, pesawat jam berapa nanti?” tanya Bu Rahmi pada seseorang di balik kemudi.

“16.05”

Bu Rahmi refleks melirik jam tangannya, “gila kamu, mana mungkin kita bisa sampai YIA dalam waktu setengah jam?”.

“Siapa yang mau ke YIA, kita ke Adi Sucipto, penerbangan khusus. Ada barang yang harus kamu bawa langsung.”

“ck, merepotkan sekali” Bu Rahmi berdecak sebal, kini ia sibuk menghapus riasan tebal yang selalu menutupi seluruh wajahnya.

Pria bertopi di sampingnya terkekeh, “Kau sendiri yang memilih peran ini”. Mobil mereka melesat ke arah utara, memasuki Ring Road, kemudian berbelok mulus di atas Fly Over.


***


Bu Rahmi melenggang melewati garbarata VVIP, menuju runway khusus. Sebuah pesawat jet telah menunggunya.

“Seragam” gurunya telah berganti dengan kaos pendek dan celana jins. Sepatu boot hitam yang elegan dan jaket kulit berwarna senada melengkapi penampilannya. Rambut pirangnya terurai, berpadu sempurna dengan iris berwarna coklat.

Dua orang pramugari menyapanya ramah, kemudian memandu menuju seat dekat jendela yang sudah disiapkan untuknya.

Sebuah pesan masuk ke ponselnya, tiket komersial pukul 18.25. Masih ada waktu 30 menit untuk menikmati matcha latte sebelum penerbangan 9 jam 15 menit yang membosankan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rinai

Perihal Pulang

Terus kita gimana?