Sulung




Jarum jam menunjukkan pukul 1 malam namun Desi masih sibuk memastikan kesiapan acara besok pagi. Atau nanti pagi lebih tepatnya. Hampir semua orang sudah istirahat, hanya beberapa petugas dekorasi yang masih menata bunga dan beberapa hiasan lain. 

Beberapa hari terakhir Desi merasa sulit tidur walau sebenarnya ia sedang sangat lelah.

Hatinya gelisah menyambut hari penting yang akan segera datang. Cemas, bahagia, haru bercampur jadi satu.

Rumah yang biasanya sepi, 3 hari ini ramai orang. Tetangga, tamu, petugas acara sibuk lalu lalang dengan kegiatan masing-masing. Tak ada yang tau, di balik senyuman dan keramahan Desi pada semua tamu yang datang, ada perasaan sepi yang sulit dideskripsikannya.


“Mbak kok belum tidur?” tanya Bunda tiba-tiba. Mengagetkan Desi yang sedang merapikan dekorasi bunga di ruang tamu. Ruangan tersebut akan dijadikan tempat akad besok.

“Masih merapikan ini Bu, sebentar lagi selesai” jawab Desi.

“Nak, Bunda tau sebenarnya Mba sedih” ujar Bunda sembari duduk di sebelah Desi yang sedang menyemprot bunga dengan air supaya tetap segar.

Desi tercekat mendengar pernyataan Bundanya. 

“Kalau memang Mba belum ridho, kita masih bisa menunda acaranya Mba” ucap Bunda, mengusap lembut kepala Desi. 

“Ngga mungkin lah Bun membatalkan acara besok. Mba insyaallah ikhlas Bun” jawab Desi meyakinkan Bunda. Mati-matian ia menahan lelehan air mata.

“Bunda sayang Mba” ucap Bunda sambil memeluk putri sulungnya tersebut. 

“Mba juga sayang Bunda” balas Desi berusaha menyembunyikan air matanya.

Keduanya saling diam, berusaha menguatkan satu sama lain. Tak lama Bunda pamit untuk beristirahat, memberi waktu Desi untuk sendiri.

Air mata Desi tak terbendung lagi, ia menangis dalam diam. Perasaannya kacau balau. Ia mendadak tidak tau bagaimana harus menjalani hidupnya di hari hari kemudian.


Desi beranjak ke kamarnya setelah memastikan dekorasi seluruh ruangan telah siap. Tanpa ia sadari ada seseorang yang mengamatinya sedari tadi, Puspa menyaksikannya dan Bunda berbincang di ruang tamu.

Tak lama setelah masuk kamar dan berbaring, tiba-tiba pintu diketuk pelan.

“Mba izin masuk ya, Puspa mau tidur sini” ucap Puspa. Desi tak menjawab, membiarkan Adiknya tidur di sebelahnya seperti biasa. Namun kali ini Desi sedang tidak ingin mengobrol dengan Adiknya, ia lebih memilih berpura-pura tidur.

“Maaf ya Mbaa, Puspa egois” ujar Puspa tiba-tiba sambil memeluk punggung Desi. Air mata Puspa membasahi punggung Desi.


Alunan merdu musik gamelan mengiringi kedatangan tamu undangan. Ayah telah duduk di ruang tamu, berhadapan dengan laki-laki baik pilihan putrinya.

Janji suci diucap di depan para saksi dan undangan. Gerimis pun turun dengan lembut.

Kini tanggung jawab Ayah telah berpindah ke pundak laki-laki yang ada di hadapannya. Namun bukan tanggung jawabnya atas Desi melainkan Puspa, putri bungsunya.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rinai

Perihal Pulang

Terus kita gimana?